Maaf, Aku Telah
Mengecewakanmu !
“Stoooppp...!!!”
“Sampai sini saja, kak!”
teriakkan kecil terlontar dari mulutku.
Kujejakkan kedua kakiku di
aspal yang dilumuri terik matahari sore. Terhampar lapangan bola yang luas,
gersang, kering, dan berdebu tetapi ramai dipenuhi anak kecil yang bermain bola
kaki. Semua memenuhi pandangan mataku dan pikiranku yang melayang entah kemana.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
“Alhamdulillah, kami masih
bisa dipertemukan pada Idul Adha tahu ini,” ucapku dalam hati setelah Salat
Subuh.
“Hari ini tanggal 8
Desember 2008. Hmm...libur hanya 5 hari, tanggal 11 lanjut ulangan lagi,” aku
mulai mengeluh lagi sambil menjejerkan jariku di atas kalender. Memang
menyebalkan, liburan ditengah-tengah musim ulangan seperti ini, membuat Aku
menjadi tidak nyaman menikmati hari liburku.
Aku bergegas keluar kamar
menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadap Rabb-ku di tengah kerumunan
hamba-Nya yang lain di pagi yang penuh kerahmatan ini. Jam dinding menunjukkan
pukul 5 pagi. Seiring berjalannya detik jarum jam, deringan SMS bersahutan
dengan setiap detail gerakanku.
“Dedek, cepat !! Kita ini
sudah kesiangan nanti masjidnya penuh. Sekarang sudah jam 6 lewat 15 menit,”
kakakku mengomel karena menungguku.
Dengan sigap, tangan
kananku dengan jari-jemarinya yang cekatan memencet keypad HP-ku, merangkai
kata ucapan selamat lebaran. Sedangkan tangan kiriku dengan kelima jarinya
bermain menghiasi tubuhku agar terlihat rapi untuk menemui Tuhanku.
Aku mengambil alat salatku
dan mulai tuk mengayunkan langkahku menuju masjid. Aku pergi dengan kakak
perempuanku. Sepanjang perjalanan menuju rumah Allah, kami hanya diam tanpa
kata. Kaki-kaki kecil kami hanya melangkah lurus menuju masjid. Aku berjalan
menunduk dengan kedua mataku menelaah layar ponselku, membaca setiap kata yang
tertera dan membalas dari setiapkata-kata itu.
Tiba di masjid, kami
membentangkan sajadah dan melakukan sunatullah memasuki masjid. Terdiam Aku
seketika setelah memberi salam pada rakaat terakhirku. Tubuhku hanya bertapa di
samping kakakku bagai tersedot ke dalam alam pikiranku. Berdoa, daim, dan
memikirkan sesuatu yang sebenarnya aku pun tidak tahu apa yang kupikirkan. Di
sela waktu yang ada, Aku membuka kembali setiap pesan yang Aku terima di
ponselku dari beberapa bulan yang lalu, tepatnya Bulan September, dengan nama
pengirim yang sama. Suasana menjadi hening dan tenang menggambarkan suasan
hatiku.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
Sebuah ukiran kehidupan
baru, datang menghampiriku dengan nilai estatikanya yang tinggi tak mampu
kugapai melalui otakku, menghiasi relung hatiku. Bermula pada hari pertama
kegiatan Bulan Ramadhan di sekolahku. Sudah Aku rasakan berbagai keganjalan
dalam hari-hariku. Entah apa yang Aku rasakan di hati dan pikiranku. Terkadang
Aku melamun karena memikirkan tuk mencoba membaca teka-teki puzzle kehidupanku.
Seorang yang tak ku kenal siapa dia sesungguhnya, selalu menghampiriku di sela
waktu yang tersisa di hari-hariku. Ia selalu membuka pembicaraan dan menutupnya
begitu saja dengan memamerkan senyuman manisnya dan sinar matanya yang indah
seolah menunjukkan kepuasan batinnya. Sedangkan Aku, hanya senyum dan balas
kata sederhana yang mampu Aku umbar tanpa tahu apa arti yang sesungguhnya dari
semua keanehan itu.
Tak pernah Aku alami
sebelumnya hal seperti ini yang menyisakan pintu rahasia yang harus ku dapatkan
kuncinya untuk membuka pintu itu. Aku hanya bisa berdoa dan memohon pada
Tuhanku tuk memberikan jawaban pada permainan hati ini. Hatiku gelisah
menghadapi setiap hariku, mulai dari 6 September 2008 yang lalu hingga saat
ini. Hari demi hari kucoba jalani ala kadarnya saja. Dua minggu setelah
kegiatan Bulan Ramadhan si sekolahku berakhir, sebuah nomor asing selalu muncul
di layar ponselku. Saat itu, 17 September 2010, merupakan hari misterius
bagiku, entah siapa dalang di balik semua itu.
“Misa, aku tadi bertemu
dengan kak April, dia suruh kamu untuk menghubunginya sore ini.”kata Tian yang
menghampiriku.
Pikiranku mulai tak
tenang, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Kak April menyuruhku untuk
menghubunginya? Apakah ini masalah dalam organisasi kami? Atau apa? Aku tak
tahu. Pertanyaan demi pertanyaan membuncah memenuhi stimulus otakku.
Pada saat Aku ingin
pulang, Aku bertemu dengan dia di gerbang sekolah, seorang laki-laki aneh yang
selalu menghampiriku dimana pun aku berada. Di sudut matanya Aku melihat sebuah
keanehan pada saat dia memberikan senyuman manisnya kepadaku.
Selang beberapa jam,
akhirnya Aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Semua
pertanyaan di otakku telah dapat aku jawab. Komunikasiku dengan Kak April
ternyata memberikan jawaban tentang nomor misterius itu. Ternyata oh ternyata,
dia adalah orang yang sama, Kak Romi.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
Akhirnya, Aku dapat
berkomunikasi dengan baik dengan dia yang tak lain adalah kakak kelasku
sendiri.Aku sudah mengenal dia sejak kami masih siswa SMP karena kami juga pada
SMP yang sama, tapi Aku hanya sekedar tahu namanya saja. Dan Aku tak pernah
mengira bahwa sekarang Aku dapat lebih mengenalnya. Aku mengenalnya melalui
sebuah organisasi yang ada di sekolah kami.
“Misa, jabatan kamu di
organisasi apa?”tanya kak Romi.
“Wakil 2 Ketua MPK, kak.”
jawabku singkat saat kami sedang menghadiri sebuah acara sekolah. MPK adalah
salah satu organisasi yang ada di sekolahku, kedudukannya sama dengan OSIS yang
kalian semua tahu, Organisasi Siswa Intra Sekolah. Pada tugas yang sebenarnya
organisasi MPK ini lebih tinggi daripada OSIS karena tugasnya adalah
mengevaluasi segala sesuatu yang berhubungan dengan OSIS. Itulah sekilas
tentang organisasi yang menjadi dasar utama pertemuan Kak Romi dan Aku.
“Oh, berarti Misa adalah
yang menggantikan posisi kakak tahun lalu.”balasnya dengan senyum kepuasan.
Aku hanya tersenyum kecil
menanggapi perkataan Kak Romi, tetapi Aku bingung dengan air mukanya saat dia
berkata, Aku merasa seolah ada kepuasan dan kemenangan tersendiri yang dia
rasakan.
Setiap hari, komunikasi
dan hubunganku dengan Kak Romi semakin baik dan kami semakin dekat dan akrab.
Aku tak tahu apa yang sedang aku rasakan. Aku senang berada di sisi Kak Romi.
Dan yang lebih berbahaya lagi, Aku merasa bahwa Aku tidak sanggup jika Aku jauh
bahkan jika Aku kehilangan Kak Romi. Tapi Aku sadar bahwa semua perasaan itu
adalah salah karena Aku bukanlah siapa-siapa. Semuanya hanya mampu kujalani
bagai air yang mengalir dengan sendirinya tanpa batas.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
Ku rasakan hawa dingin
menelusuri tubuhku. Sepulang dari masjid, Aku hanya berdekap dalam ruang
peristirahatanku yang mungil, membenamkan seluruh tubuhku dalam selimut tebal.
Aku malas untuk melewati liburanky yang tidak mengasyikkan.
“Misa, ayo keluar dulu.
Salaman dulu dengan keluarga Kak Intan.”gelombang suara mama berdengung
memasuki lubang telingaku di bawah selimut hingga merangsang ke otakku.
“Nanti saja, Ma. Misa
malas berangkat. Misa masih menmgantuk, Ma. Mau tidur dulu.”sahutku dari dalam
kamar.
“Misa tidak bolaeh seperti
itu, ayo salaman dulu! Kak Intan kan sudah jauh-jauh datang ke sini.” ceramah
papa yang menyambung perkataan mama.
“Iya, iya, iya.”jawabku
malas-malasan.
Setelah salaman, Aku
membuka sedikit pembicaraan sekedar basa-basi dan kembali lagi membenamkan
diriku di ‘Pulau Kapuk’ kesayanganku. Sepanjang hari, Aku menjalani semuanya
seperti biasa.
Keesokan harinya...
Aku berencana untuk
belajar fisika karena waktu ulangan tinggal 3 hari lagi. Baru saja Aku ingin
membuka buku, adikku berteriak memanggilku sambil memegang gagang telepon.
“Kak, ada telepon dari Kak
Dian.”
Dian itu adalah sahabat terbaik yang Aku miliki
sampai kapanpun.
“Iya, tunggu
sebentar.”sahutku.
Terntaya Dian mengundangku
datang ke rumahnya dan mengajakku belajar bersama.
Sesampai di rumahnya, aku
merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Tak lebih dari 15 menit, suara motor yang
ku kenal terdengar memasuki teras rumah Dian.
“Nah, Kak Ica dan Kak Romi
sudah datang.”senyum Dian licik.
“Apa? Kak Romi? Kak Romi
yang mana?”nada cemasku terlukis jelas dari pertanyaanku.
“Kak Romi yang mana
lagi...ya Kak Romi kakakmu.”ledek Dian.
“Apa? Dian, Aku mau pulang
saja. Kenapa kamu tidak memberitahuku dulu kalau dia juga mau ke sini?
Aduh...gimana ini?”Aku jadi salah tingkah.
“Sudahlah, bersikap biasa
saja di depannya. Ayo, kita sambut mereka!”ajak Dian
Aku hanya membuntuti Dian
dari belakang dan spontanitas jantungku seolah-olah berlari terengah-engah
seakan mau lepas dan seluruh tubuhku gemetaran. Saat mataku tertangkap oleh
mata Kak Romi, Aku hanya mampu tersenyum kaku dan diam seribu bahasa. Aku mulai
gugup dan tak tahu apa yang bisa Aku katakan nantinya. Pikiranku kosong
seketika. Jam bergnti jam, suasana mulai mencair. Ketika Kak Ica mengajak Dian
untuk keluar berdua, Aku merasakan aroma kelicikan dari sorot mata mereka
berdua. Aku mulai merasa panik karena Aku hanya ditinggal berdua dengan Kak
Romi.
“I’m
speechless...!!!”teriakku dalam hati.
Dan ternyata...
Oh, Aku tak sanggup
menguntai semua kejadian ini dalam kamus hidupku. Semua terasa seakan menatapku
dengan tatapan pengharapan. Aku tak sanggup lagi mengambil udara segar untuk
menjernihkan pikiranku. Tubuhku bagai terpaku tajam merosot jauh menuju titik
gravitasi terdalam dalam inti bumi. Terasa jantung ini berhenti berdetak. Kak
Romi mengutarakan isi hatinya kepadaku. Aku hanya terdiam dan sangat sangat
terkejut. Aku tak bisa memberikan jawaban saat itu dan Aku memintanya
memberikan waktu kepadaku. Dan tang membuatku sangat kagum, dia memberikan
waktu untukku, terlihat jelas keikhlasan itu. Kuakui, hatiku sangat senang tapi
Aku tidak tenang karena Aku merasa bersalah. Aku takut kalau Aku hanya
memberikan harapan kosong padanya Aku takut kalau Aku hanya akan
mengecewakannya. Aku takut kakalu Aku tak dapat membalas perasaannya. Ditambah
lagi, saat itu adalah musim ulangan dan pikiranku semakin meluap, membuyar, dan
bercabang bahkan beranting-ranting.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
2 pekan berlalu, Aku tak
mendapatkan izin dari mamaku untuk membalas perasaan Kak Romi. Aku tahu maksud
mamaku yang tak mengizinkanku, karena mama sayang kepadaku. Aku tak tahu
mengapa Aku tak sadar mukaku telah basah dengan buliran-buliran anak mataku.
Maaf, ku telah menyakitimu
Ku telah kecewakanmu
Bahkan kusia-siakan hidupku
Dan kubawa kau seperti diriku
Walau hati ini terus menangis
Menahan semua kesakitan ini
Kan kuterima semua
Demi CINTA ...
Hanya lirik lagu itu yang
mampu Aku berikan Kepada Kak Romi. Aku menyesal mengapa baru sekarang dapat Aku
jawab. Aku malu karena telah mengecewakan dia. Andaikan waktu dapat kuputar
kembali, Aku tidak akan meminta waktu kepadanya.
Namun, ketulusan cintanya
semakin dapat Aku raskan, dai menerima itu semua, dia menerima jawabanku, dia
tidak marah sedikit pun dengan jawaban itu. Dia mengikhlaskan keadaan ini.
Bahkan dai berkata,
“Kakak tidak mau jauh dari
Misa dan tidak akan mau berpisah dari Misa.”
“Kakak tahu mengapa mama
tidak mengizinkan Misa, karena mama sayang dengan Misa. Lagipula yang tahu
dengan kakak kan Misa, bukan Mama. Kakak tidak apa-apa, yang penting kakak bisa
selalu dengan Misa. Itu sudah buat kakak senang.”
Air mataku semakin
menganak sungai. Angin malam seolah melambai memberikan senyuman dan rembulan
pun menjadi saksi perkataan indah itu. Inilah cinta yang kurasakan karena
cintaku kepada Allah, terlebih cintaku kepada mama papa. Karena Aku tidak mau
menyakiti hati siapapun. Aku senang, karena tidak akan ada cinta yang dapat
melebihi cintaku pada Allah. Semua akan indah pada waktunyan dan Aku yakin
Allah pun akan memberikan waktu yang terindah dalam hidupku suatu saat nanti,
bukan sekarang.
Aku tak henti berdoa agar
hati kami menjadi tenang dan tanpa beban setelah melewati waktu tersulit ini.
Kami dapat menerima ini semua walaupun sangat sulit. Kami tetap berkomunikasi
seperti biasaynya bahkan sekarang kami bagaikan kakak-adik yang tak
terpisahkan. Tak ada lagi keraguan dan keengganan di antara kami. Semuanya
terasa indah, semuanya menjadi lukisan kenangan termanis dan terindah yang
pernah kualami. Kaunla anugerah terindah yang pernah kumiliki.
٭ ٭ ٭ ٭ ٭
“Terima kasih, kak.
Hati-hati di jalan, ya.”kataku dilanjutkan dengan senyum termanisku.
“Iya, dedek. Kakak pulang
dulu, ya.”jawab Kak Romi dengan senyumnya yang tak akan pernah kulupakan
bagaimana senyum itu menggantung indah di bibirnya.
Kulihat dia berlalu
menjauh hingga titik terkecil yang bisa kulihat di seberang sana. Dan Aku pun
masuk ke dalam rumah.
*Selesai*
Kutepis semua bujukan di
kehidupanku
Kutahan setiap detik
perasaanku
Kucoba tuk lupakan
bayangan itu
Namun keteguhan hatiku
mulai goyah
Begitu banyak cerminan
hatiku berupa es
Telah tak mampu berdiri
kokoh
Dan tetap pada wujudnya
Semua telah leleh dengan
Api cinta yang kau pancarkan
Apakah kau sengaja
mengusik hatiku?
Aku tak tahu
Lembaran diary kugoreskan
tinta setiap waktu
Kulukiskan warna-warni
hatiku di buku hati itu
Saat kutemukan keteduhan
dibalik senyummu
Tak dapat lagi kucoba
bertahan
Perasaan yang terpendam
tlah terkikis
Oleh waktu yang bergulir
Kekuatan hatiku telah
rapuh
Tak sanggup lagi
menyembunyikan peri kecil
Yang bermain riang di
benakku
Mungkin saai inilah yang
terbaik
Dapat kuungkapkan ukiran
hati ini
Tuk mengatakan padamu
Aku telah memilih dirimu
tuk warnai hatiku
*****
Kalau kau tanya
Apa itu Cinta
Lihatlah di mataku
Cinta telah meninggalkan
jejak cahaya di sana
Kalau kau tanya
Kenapa bisa begitu
Jawabannya adalah kamu
Kalau masih ada pertanyaan
Kenapa harus kamu
Terus terang
Aku tak sanggup
menyampaikan isyarat hatiku
۩9 Desember 2008 menjadi hari terindah yang kan
berkembang menjadi lebih indah lagi setelahnya
By: Misa_9128